
Salah satu tradisi Prodi BKI adalah
Rihlah atau Study Tour baik lintas kota, provinsi maupun internasional. Setiap
angkatan kita stimulus untuk mengkoordinir dengan membentuk kepanitiaan mandiri
agar bisa melakukan rihlah, biasanya disinkronkan dengan tugas matakuliah.
Seperti yang dulu Goes to Bali disinkronkan dengan BKI Pendidikan
Inklusi dan Kesehatan Mental. Kali ini giliran angkatan 2015, walaupun nggak
semuanya ikut tetapi satu bus pariwisata sudah membuat kita happy. Ada
sekitar 40-an mahasiswa dengan empat orang dosen yang ikut mendampingi. Mulai
dari Kaprodi A. Said Hasan Basri dan Sekprodi Nailul Falah dan dua dosen
lainnya Bro Irsyadunnas dan Khoerul Anwar. Rihlah kali ini dimotori oleh
mahasiswa Aktivis terbaik angkatan 2015 Rahmanisa dibantu Aulawi. Jadilah acara
ini sukses walaupun diwarnai hujan di tempat tujuan tetapi tidak mengurangi
kegembiraan kita.
Tujuan utama dari rihlah BKI 15 di
awal tahun 2018 ini adalah visiting study ke Pusat Rehabilitasi Mental,
yakni Pondok Pesantren dan Rehabilitasi Mental Az Zainy Malang. Schedule
pemberangkatan seperti biasa berawal di Multy Purpose Gedung Amin
Abdullah UIN Sunan Kalijaga. Bus yang biasa kerjasama dengan kita waktu ke Bali
sudah stand bye sejak jam 17.00. walaupun jadwal keberangkatan adalah
jam 19.00. sempat molor 15 menit karena nunggu dua mahasiswa yang agak telat. Akhirnya
kita berangkat dengan diawali foto bersama di depan bus dan berdoa yang dipimpin
oleh Notonagoro.

Buspun melaju secara perlahan menuju
jalur Jogja-Klaten, karena harus menghampiri Bro Nailul di depan bandara serta
si Anis di Klaten. Karena jalur yang akan ditempuh adalah Jogja Gunung Kidul,
Pracimantoro, Wonogiri, Ponorogo, Trenggalek, Blitar terus Malang dan Batu.
Maka si Anis menyusul ke jalan Piyungan Wonosari. Akhirnya lengkap sudah
rombongan 47 beserta kru bus. Diiringi gerimis dan sesekali hujan, kitapun
melaju dengan harapan bisa sholat shubuh di masjid Turen Malang. Dua kali kita
berhenti di Pom Bensin untuk sekedar lepas penat dll. Dan akhrinya kitapun tiba
di Masjid daerah Panjen, di sana ternyata sudah shubuh. Tepatnya di depan
angkringan Joss Rock. Kitapun sholat shubuh di sana. Kemudian melanjutkan
perjalanan menuju Masjid Turen. Dan jam setengan enam kita sampai di pelataran
parker bus wisata. Di sana kita mandi dan bersih-bersih di beberapa toilet yang
disediakan warga. Kemudian kita berjalan menuju Masjid Turen kurang lebih
sekitar 300 meter, sepanjang jalan menuju lokasi sudah banyak penjual di
trotoar yang buka standnya. (catatan saja, diantara desteni wisata di Malang,
menurut saya di sinilah yang paling murah untuk beli oleh-oleh, sayangnya kita
malah nggak belanja di sini).
Sampailah kita di Masjid Turen, yang
dikenal banyak orang sebagai masjid Tiban karena pembangunannya konon dibantu
oleh Jin Masjid ini sekilas sangat waah luxurious dan eksotik sekali
dengan ornamen-ornamen ukiran yang sangat artistic dengan warna-warna cerah
yang dominan biru. Sepintas mirip penampilan guci-guci khas Tiongkok. Masjid
ini sebenarnya bagian dari pesantren dan konon awalnya dibangun tahun 1976.
Waktu kami ke sana para petugasnya belum pada datang sehingga kita tidak dapat guide.
Tetapi karena masjid ini berada di tengah kota dan ada jalan umum, maka selalu
dibuka bagi wisatawan. Kitapun foto-foto sampai puas di sini. Kemudian kita
mengitari masjid dan menuju halaman belakang di sana tempat parker kendaraan
pribadi dan ada kantin yang sangat luas. Kitapun menuju kantin untuk sarapan.
Makanannya nikmat banget dengan menu pecel, sate daging, dan rawon serta capcay
dan mie tiauw, dan teh hangat tentunya. Setelah makan kitapun kembali hunting
masuk ke dalam area masjid di dalamnya banyak ruangan dan kolam serta ornamen-ornamen
bahkan ada ruangan bawah tanah yang dihiasi lampu-lampu. Sandalnya dilepas ya guys
dan dijinjing sendiri. Bahkan bisa naik ke lantai empat. Kalau melihat
bangunannya sih menurut saya kurang terkonsep dengan baik. Mulai dari filosofi
sampai estetika dan ergonomikanya, sehingga terkesan tidak beraturan dan
maksudnya apa entahlah.

Akhirnya kitapun beranjak dari
lokasi ini, apalagi hujan mulai turun, kita menuju ke desteni yang utama yakni
Pesantren Az Zainy. Secara perlahan kitapun berangkat dan kebetulan karena
bulan Februari udah bulannya masuk sekolah dan kuliah, maka para pelancong
tidak sebanyak hari libur, sehingga bus jalannya lancar tanpa macet yang
berarti. Sampailah kita di tujuan pada jam 09.00, segera kita berganti baju resmi
di dalam bus, sambil mengamati bangunan masjid dan pesantren yang juga luas
dengan ornamen gaya Maroko serta Palestine dengan warna semuanya krem warna
padang pasir. Cantik sekali, dan luasnya tidak kalah dengan komplek masjid
Turen, lebih dari satu hektar. Kemudian kita disambut oleh wakil Kyai yakni
Ustad Samsu beliau dosen di Unisma dan Unibraw. Kita dipersilahkan masuk dulu
ke dalam Masjid sementara menunggu Kyai Zainy yang biasa dianggil Gus Zain
hadir. Kitapun memanfaatkan momen menunggu dengan foto-foto sekaligus tanya-tanya
berbagai hal terkait aktivitas di Pesantren. Akhirnya jam 09.30 Gus Zain rawuh
dan kitapun mulai dalam forum resmi. Gus Zain mempersilahkan Ketua Rombongan
pak Kaprodi memulai acara.

Kaprodi menjelaskan maksud dan
tujuan kedatangannya, serta menyampaikan bahwa rombongan ini adalah para
mahasiswa Bimbingan dan Monseling Islam yang akan belajar menjadi calon-calon
konselor. Maka dari itu mohon bimbingannya bagaimana cara dan strategi yang
dilakukan pesantren dalam merehabilitasi warga yang mengalami sakit mental.
Kurang lebihnya itulah yang disampaikan Kaprodi BKI. Selanjutnya Gus Zain
memulai orasinya dengan memperkenalkan diri bahwa dirinya juga Sarjana Ekonomi
Unibraw, tapi tergerak untuk terjun membantu umat yang sakit mental. Beliau
sendiri adalah cucu dari Kyai Sepuh pesantren besar di Paiton Probolinggo,
daerah basis Madura di Jatim. Karena beliau sukses sebagai pengusaha sekaligus
juragan Sapi, maka beliau membeli tanah satu hektar dan dibangunlah pesantren
khusus bagi yang sakit mental atau korban narkoba. Dengan fasilitas yang sangat
bagus. Dan pasien atau klien di sini disebut sebagai santri. Beliau mengatakan
media yang digunakan untuk therapy adalah media air, doa dan dzikir.
Awalnya terinspirasi oleh kejadian
di sebuah masjid di Malang, saat itu ketika khotah ada orang gila yang bawa
pisau sambil bilang “Jeancuk” pada khotib. Semua orang berlarian, kecuali gus
Zain. Dan beliau berhadapan dengan pasrah sambil berdoa “Hasbunallah Wanikmal
Wakiiill Nikmaal Maulaa Wanikmannasiiir”. Sejak itu beliau berusaha
menyembuhkan orang yang gila dengan membuatnya tenang lebih dulu. Baru diikuti
oleh therapy lainnya. Di pesantren itu bagi santri yang baru masuk, tiga
bulan pertama ditempatkan di kamar-kamar yang tidak ada daun pintunya, sehingga
mereka leluasa keluar masuk dan tidak dikekang. Sedangkan yang sudah bisa
diajak komunikasi mereka layaknya orang normal menempati kamar seperti biasa.
Banyak sekali petuah dan penjelasan yang disampaikan gus Zain. Namun akhirnya
terpotong karena beliau ada rapat dengan Bupati Malang, dan undur diri, tetapi
beliau janji selepas rapat akan kembali mengajak kita keliling kompleks
pesantren.
Sebelum beranjak ke ruang rapat di
sebrang masjid komplek pesantren, kita haturkan oleh-oleh kenangan plakat BKI dan
bakpia. Beliau sangat senang sekali dengan plakat tersebut. Dan beliau
menyatakan bahwa kalian adalah tamu rombongan ke 400 yang hadir di sini. Dan
akhirnya beliau keluar masjid. Dan digantikan oleh wakilnya Ustadh Samsu,
beliau adalah senior Gus Zain waktu di Unibraw tetapi beliau seringkali
kemana-man bersama, sampai akhirnya mendirikan pesantren. Beliau melanjutkan
penjelasan terkait penanganan. Bahwa setelah selang tiga bulan biasanya secara
rutin beliau mengajak ngobrol setiap santri, agar mereka mulai terbiasa kembali
berinteraksi dengan orang normal. Menurutnya ada yang sembuh dengan cepat, ada
yang lambat ada juga yang lama sekali gak sembuh-sembuh. Tetapi ada beberapa
mantan santri yang juga dipekerjakan di pesantren.

Akhirnya sharing kita hingga
pukul 11. 00. Dan akhirnya kita keluar masjid untuk foto-foto lagi karna
pemandangan di sana gedungnya sangat elok. Kemudian Gus Zain kembali
menghampiri kita dan mengajak kita berinteraksi serta melakukan wawancara
langsung dengan santri yang lumayan sudah bisa diajak berkomunikasi. Ada
sekitar 80-an santri yang dibawa keluar oleh petugas. Dan kitapun secara
bergantian bersalaman sambil ngobrol dengan mereka, Nampak mereka sangat senang
dengan kehadiran kita. Setelah dirasa cukup, akhirnya kita kembali berfoto
bersama, setelah itu beliau mengajak keliling mulai dari ruang tamu, sampai
ruang rapat dengan para pekerja di sana, sampai ruang penginapan bagi siapa
saja yang ingin bermalam di pesantren tersebut. Dan ruangan demi ruangan begitu
lux dan nyaman. Sambil beliau menceritakan tentang fungsi dan apa saja
yang ada di setiap ruangan. Ada juga foto peresmian pesantren tersebut di foto
itu nampak jendral Murdloko yang meresmikan pada tahun 2000an.
Selepas itu kitapun sampai diujung
gedung dan beliau mengajak berfoto bersama, sekaligus berpesan bahwa kalian
harus menjadi orang Islam yang sukses, dan orang yang sukses harus disiplin,
mulai dari kebersihan sampai ngatur waktu. Jangan sampai kebiasaan jorok di kos
menjadi kepribadian anda, jangan terbiasa menggantung jemuran sembarangan
Daleman dan wa ghoiruha candanya.
Akhirnya kita harus berpamitan,
karena waktu telah menunjukkan jam 11.45, akan ada tempat lain yang harus
dituju. Sejurus kemudian kitapun sudah berada di bus dan berangkat menuju pusat
oleh-oleh dan restaurant di kota Batu yakni Brawijaya, disana kita makan siang
dan sholat. Sungguh sial juga karena hujan cukup deras, sempat membuat ragu
kita untuk melanjutkan perjalanan, karena tujuan selanjutnya adalah tempat
melepas penat dan stres sekaligus mendapat hiburan, yakni Jatim Park (ada tiga
Jatim Park di sana), dan kita menuju Jatim Park satu. Sampai di sana ternyata
hujan nggak reda-reda juga, sehingga kita sebagian ada yang di bis ada yang ke luar
untuk sekedar berfoto dan menanyakan ke bagian informasi apakah semua wahana
bisa dimainkan kalau hujan. Ternyata wahana yang bisa dimainkan yang hanya ada
di dalam ruangan, selebihnya tidak bisa. Akhirnya setelah foto-foto danda yang
belanja oleh-oleh, kita berkumpul di bus untuk memilih alternatif pengganti
dari Jatim Park (BNS atau Musium Angkot). Diputuskan suara terbanyak adalah ke
BNS (Batu Night Spectaculer), tak begitu jauh lokasinya, kita di sana tiba jam
14.30 dan akhirnya memutuskan masuk. Dengan biaya perorang 30 ribu include dengan
tiket bus dari semula. Untuk 30 ribu itu kita bisa bermain berbagai macam
wahana yang bertanda terusan, atau yang ada pada gelang yang dipakaikan oleh
petugas.
Sayangnya waktu kita sampai banyak
wahana yang belum buka, akhirnya kita memilih-milih dan mulailah kita menyebar
berkelompok-kelompok menjelajahi semua wahana. Dan kita larut dalam kegembiraan
di tengah hujan yang juga tak belum reda. Mulai dari wahana yang biasa sampai
yang ekstrim. Dari rumah sihir, rumah hantu, rumah artistic, empat
dimensi, Rodeo, Bom-Bom Car, Uvo gravitasi, Kora-Kora, hingga yang paling
tinggi entah apa namanya naik turun digoyang-goyang. Sampai main jet coaster.
Hingga kitapun banyak yang pusing dan mual. Saya sendiri sejak main Kora-Kora jadi
lemes karena pusing. Dan memutuskan berhenti saja. Akhirnya permainan berakhir
jam 07.30 kita kembali ke bus, karena udah capek dan lapar. Kitapun menuju rest
area di “Deduwa” sebuah tempat persinggahan bagi wisatawan, lengkap ada
restaurant, masjid, dan tempat oleh-oleh. Kita makan malam di sana sambil
sholat. Kemudian dari sana kita kembali ke “Brawijaya” pusat oleh-oleh untuk
belanja, hingga jam 09.00,
Kemudian kita menuju ke Alun-Alun
Kota Batu untuk menikmati suasana malam di sana. Awalnya kawan-kawan enggan
karena sudah kecapean, tetapi setelah nyampe alun-alun dan melihat ramainya
tempat itu, akhirnya kita turun untuk sekedar jajanan kecil dan berfoto ria.
Kota Batu sungguh mampu bersolek sedemikian rupa, hingga menjadi daya tarik,
apalagi kota ini adalah daerah puncak yang dingin dengan komoditas apel yang mendunia.
Bahkan di alun-alun itu, dibangun gedung-gedung yang menyerupai apel dan
strawberry, ada juga bianglala yang cukup tinggi mungkin seratus meteran lebih
rendah dari Merlion Park Singapore (tingginya 150 lebih). Sayangnya ketika kita
nyampek Bianglala lampunya sudah dimatikan, katanya tidak sampai larut malam.
Di sini juga ada pasar makanan disetting seperti China Town, wah asyiiik.
Hingga waktu menunjukkan jam 10.30, kitapun cabut berangkat untuk kembali
pulang ke Jogja.
Perjalanan pulang kita berbeda
dengan jalur semula, kita melalui Kandangan, pinggir Kediri, Pujon dan terus ke
arah Sragen, Solo dan Jogja. Akhirnya kita sampai di Jogja jam 07.15 pagi setelah
istirahat sholat shubuh di Sragen. Begitulah perjalanan
rihlah BKI 15 Goes To Malang kali ini, semoga awal tahun mendatang
giliran angkatan 2016 yang akan rihlah. Kita coba stimulus agar bisa lebih jauh
lagi misalnya BKI 16 Goes To Lombok. Aamiiin.
By. A. Said Hasan Basri
Tidak ada komentar:
Posting Komentar