Breaking News

TUTORIAL BLOG

Minggu, 11 Februari 2018

BKI 15 Goes To Malang



Salah satu tradisi Prodi BKI adalah Rihlah atau Study Tour baik lintas kota, provinsi maupun internasional. Setiap angkatan kita stimulus untuk mengkoordinir dengan membentuk kepanitiaan mandiri agar bisa melakukan rihlah, biasanya disinkronkan dengan tugas matakuliah. Seperti yang dulu Goes to Bali disinkronkan dengan BKI Pendidikan Inklusi dan Kesehatan Mental. Kali ini giliran angkatan 2015, walaupun nggak semuanya ikut tetapi satu bus pariwisata sudah membuat kita happy. Ada sekitar 40-an mahasiswa dengan empat orang dosen yang ikut mendampingi. Mulai dari Kaprodi A. Said Hasan Basri dan Sekprodi Nailul Falah dan dua dosen lainnya Bro Irsyadunnas dan Khoerul Anwar. Rihlah kali ini dimotori oleh mahasiswa Aktivis terbaik angkatan 2015 Rahmanisa dibantu Aulawi. Jadilah acara ini sukses walaupun diwarnai hujan di tempat tujuan tetapi tidak mengurangi kegembiraan kita.
Tujuan utama dari rihlah BKI 15 di awal tahun 2018 ini adalah visiting study ke Pusat Rehabilitasi Mental, yakni Pondok Pesantren dan Rehabilitasi Mental Az Zainy Malang. Schedule pemberangkatan seperti biasa berawal di Multy Purpose Gedung Amin Abdullah UIN Sunan Kalijaga. Bus yang biasa kerjasama dengan kita waktu ke Bali sudah stand bye sejak jam 17.00. walaupun jadwal keberangkatan adalah jam 19.00. sempat molor 15 menit karena nunggu dua mahasiswa yang agak telat. Akhirnya kita berangkat dengan diawali foto bersama di depan bus dan berdoa yang dipimpin oleh Notonagoro.
Buspun melaju secara perlahan menuju jalur Jogja-Klaten, karena harus menghampiri Bro Nailul di depan bandara serta si Anis di Klaten. Karena jalur yang akan ditempuh adalah Jogja Gunung Kidul, Pracimantoro, Wonogiri, Ponorogo, Trenggalek, Blitar terus Malang dan Batu. Maka si Anis menyusul ke jalan Piyungan Wonosari. Akhirnya lengkap sudah rombongan 47 beserta kru bus. Diiringi gerimis dan sesekali hujan, kitapun melaju dengan harapan bisa sholat shubuh di masjid Turen Malang. Dua kali kita berhenti di Pom Bensin untuk sekedar lepas penat dll. Dan akhrinya kitapun tiba di Masjid daerah Panjen, di sana ternyata sudah shubuh. Tepatnya di depan angkringan Joss Rock. Kitapun sholat shubuh di sana. Kemudian melanjutkan perjalanan menuju Masjid Turen. Dan jam setengan enam kita sampai di pelataran parker bus wisata. Di sana kita mandi dan bersih-bersih di beberapa toilet yang disediakan warga. Kemudian kita berjalan menuju Masjid Turen kurang lebih sekitar 300 meter, sepanjang jalan menuju lokasi sudah banyak penjual di trotoar yang buka standnya. (catatan saja, diantara desteni wisata di Malang, menurut saya di sinilah yang paling murah untuk beli oleh-oleh, sayangnya kita malah nggak belanja di sini).
Sampailah kita di Masjid Turen, yang dikenal banyak orang sebagai masjid Tiban karena pembangunannya konon dibantu oleh Jin Masjid ini sekilas sangat waah luxurious dan eksotik sekali dengan ornamen-ornamen ukiran yang sangat artistic dengan warna-warna cerah yang dominan biru. Sepintas mirip penampilan guci-guci khas Tiongkok. Masjid ini sebenarnya bagian dari pesantren dan konon awalnya dibangun tahun 1976. Waktu kami ke sana para petugasnya belum pada datang sehingga kita tidak dapat guide. Tetapi karena masjid ini berada di tengah kota dan ada jalan umum, maka selalu dibuka bagi wisatawan. Kitapun foto-foto sampai puas di sini. Kemudian kita mengitari masjid dan menuju halaman belakang di sana tempat parker kendaraan pribadi dan ada kantin yang sangat luas. Kitapun menuju kantin untuk sarapan. Makanannya nikmat banget dengan menu pecel, sate daging, dan rawon serta capcay dan mie tiauw, dan teh hangat tentunya. Setelah makan kitapun kembali hunting masuk ke dalam area masjid di dalamnya banyak ruangan dan kolam serta ornamen-ornamen bahkan ada ruangan bawah tanah yang dihiasi lampu-lampu. Sandalnya dilepas ya guys dan dijinjing sendiri. Bahkan bisa naik ke lantai empat. Kalau melihat bangunannya sih menurut saya kurang terkonsep dengan baik. Mulai dari filosofi sampai estetika dan ergonomikanya, sehingga terkesan tidak beraturan dan maksudnya apa entahlah.
Akhirnya kitapun beranjak dari lokasi ini, apalagi hujan mulai turun, kita menuju ke desteni yang utama yakni Pesantren Az Zainy. Secara perlahan kitapun berangkat dan kebetulan karena bulan Februari udah bulannya masuk sekolah dan kuliah, maka para pelancong tidak sebanyak hari libur, sehingga bus jalannya lancar tanpa macet yang berarti. Sampailah kita di tujuan pada jam 09.00, segera kita berganti baju resmi di dalam bus, sambil mengamati bangunan masjid dan pesantren yang juga luas dengan ornamen gaya Maroko serta Palestine dengan warna semuanya krem warna padang pasir. Cantik sekali, dan luasnya tidak kalah dengan komplek masjid Turen, lebih dari satu hektar. Kemudian kita disambut oleh wakil Kyai yakni Ustad Samsu beliau dosen di Unisma dan Unibraw. Kita dipersilahkan masuk dulu ke dalam Masjid sementara menunggu Kyai Zainy yang biasa dianggil Gus Zain hadir. Kitapun memanfaatkan momen menunggu dengan foto-foto sekaligus tanya-tanya berbagai hal terkait aktivitas di Pesantren. Akhirnya jam 09.30 Gus Zain rawuh dan kitapun mulai dalam forum resmi. Gus Zain mempersilahkan Ketua Rombongan pak Kaprodi memulai acara.
Kaprodi menjelaskan maksud dan tujuan kedatangannya, serta menyampaikan bahwa rombongan ini adalah para mahasiswa Bimbingan dan Monseling Islam yang akan belajar menjadi calon-calon konselor. Maka dari itu mohon bimbingannya bagaimana cara dan strategi yang dilakukan pesantren dalam merehabilitasi warga yang mengalami sakit mental. Kurang lebihnya itulah yang disampaikan Kaprodi BKI. Selanjutnya Gus Zain memulai orasinya dengan memperkenalkan diri bahwa dirinya juga Sarjana Ekonomi Unibraw, tapi tergerak untuk terjun membantu umat yang sakit mental. Beliau sendiri adalah cucu dari Kyai Sepuh pesantren besar di Paiton Probolinggo, daerah basis Madura di Jatim. Karena beliau sukses sebagai pengusaha sekaligus juragan Sapi, maka beliau membeli tanah satu hektar dan dibangunlah pesantren khusus bagi yang sakit mental atau korban narkoba. Dengan fasilitas yang sangat bagus. Dan pasien atau klien di sini disebut sebagai santri. Beliau mengatakan media yang digunakan untuk therapy adalah media air, doa dan dzikir.
Awalnya terinspirasi oleh kejadian di sebuah masjid di Malang, saat itu ketika khotah ada orang gila yang bawa pisau sambil bilang “Jeancuk” pada khotib. Semua orang berlarian, kecuali gus Zain. Dan beliau berhadapan dengan pasrah sambil berdoa “Hasbunallah Wanikmal Wakiiill Nikmaal Maulaa Wanikmannasiiir”. Sejak itu beliau berusaha menyembuhkan orang yang gila dengan membuatnya tenang lebih dulu. Baru diikuti oleh therapy lainnya. Di pesantren itu bagi santri yang baru masuk, tiga bulan pertama ditempatkan di kamar-kamar yang tidak ada daun pintunya, sehingga mereka leluasa keluar masuk dan tidak dikekang. Sedangkan yang sudah bisa diajak komunikasi mereka layaknya orang normal menempati kamar seperti biasa. Banyak sekali petuah dan penjelasan yang disampaikan gus Zain. Namun akhirnya terpotong karena beliau ada rapat dengan Bupati Malang, dan undur diri, tetapi beliau janji selepas rapat akan kembali mengajak kita keliling kompleks pesantren.
Sebelum beranjak ke ruang rapat di sebrang masjid komplek pesantren, kita haturkan oleh-oleh kenangan plakat BKI dan bakpia. Beliau sangat senang sekali dengan plakat tersebut. Dan beliau menyatakan bahwa kalian adalah tamu rombongan ke 400 yang hadir di sini. Dan akhirnya beliau keluar masjid. Dan digantikan oleh wakilnya Ustadh Samsu, beliau adalah senior Gus Zain waktu di Unibraw tetapi beliau seringkali kemana-man bersama, sampai akhirnya mendirikan pesantren. Beliau melanjutkan penjelasan terkait penanganan. Bahwa setelah selang tiga bulan biasanya secara rutin beliau mengajak ngobrol setiap santri, agar mereka mulai terbiasa kembali berinteraksi dengan orang normal. Menurutnya ada yang sembuh dengan cepat, ada yang lambat ada juga yang lama sekali gak sembuh-sembuh. Tetapi ada beberapa mantan santri yang juga dipekerjakan di pesantren.
Akhirnya sharing kita hingga pukul 11. 00. Dan akhirnya kita keluar masjid untuk foto-foto lagi karna pemandangan di sana gedungnya sangat elok. Kemudian Gus Zain kembali menghampiri kita dan mengajak kita berinteraksi serta melakukan wawancara langsung dengan santri yang lumayan sudah bisa diajak berkomunikasi. Ada sekitar 80-an santri yang dibawa keluar oleh petugas. Dan kitapun secara bergantian bersalaman sambil ngobrol dengan mereka, Nampak mereka sangat senang dengan kehadiran kita. Setelah dirasa cukup, akhirnya kita kembali berfoto bersama, setelah itu beliau mengajak keliling mulai dari ruang tamu, sampai ruang rapat dengan para pekerja di sana, sampai ruang penginapan bagi siapa saja yang ingin bermalam di pesantren tersebut. Dan ruangan demi ruangan begitu lux dan nyaman. Sambil beliau menceritakan tentang fungsi dan apa saja yang ada di setiap ruangan. Ada juga foto peresmian pesantren tersebut di foto itu nampak jendral Murdloko yang meresmikan pada tahun 2000an.
Selepas itu kitapun sampai diujung gedung dan beliau mengajak berfoto bersama, sekaligus berpesan bahwa kalian harus menjadi orang Islam yang sukses, dan orang yang sukses harus disiplin, mulai dari kebersihan sampai ngatur waktu. Jangan sampai kebiasaan jorok di kos menjadi kepribadian anda, jangan terbiasa menggantung jemuran sembarangan Daleman dan wa ghoiruha candanya.
Akhirnya kita harus berpamitan, karena waktu telah menunjukkan jam 11.45, akan ada tempat lain yang harus dituju. Sejurus kemudian kitapun sudah berada di bus dan berangkat menuju pusat oleh-oleh dan restaurant di kota Batu yakni Brawijaya, disana kita makan siang dan sholat. Sungguh sial juga karena hujan cukup deras, sempat membuat ragu kita untuk melanjutkan perjalanan, karena tujuan selanjutnya adalah tempat melepas penat dan stres sekaligus mendapat hiburan, yakni Jatim Park (ada tiga Jatim Park di sana), dan kita menuju Jatim Park satu. Sampai di sana ternyata hujan nggak reda-reda juga, sehingga kita sebagian ada yang di bis ada yang ke luar untuk sekedar berfoto dan menanyakan ke bagian informasi apakah semua wahana bisa dimainkan kalau hujan. Ternyata wahana yang bisa dimainkan yang hanya ada di dalam ruangan, selebihnya tidak bisa. Akhirnya setelah foto-foto danda yang belanja oleh-oleh, kita berkumpul di bus untuk memilih alternatif pengganti dari Jatim Park (BNS atau Musium Angkot). Diputuskan suara terbanyak adalah ke BNS (Batu Night Spectaculer), tak begitu jauh lokasinya, kita di sana tiba jam 14.30 dan akhirnya memutuskan masuk. Dengan biaya perorang 30 ribu include dengan tiket bus dari semula. Untuk 30 ribu itu kita bisa bermain berbagai macam wahana yang bertanda terusan, atau yang ada pada gelang yang dipakaikan oleh petugas.
Sayangnya waktu kita sampai banyak wahana yang belum buka, akhirnya kita memilih-milih dan mulailah kita menyebar berkelompok-kelompok menjelajahi semua wahana. Dan kita larut dalam kegembiraan di tengah hujan yang juga tak belum reda. Mulai dari wahana yang biasa sampai yang ekstrim. Dari rumah sihir, rumah hantu, rumah artistic, empat dimensi, Rodeo, Bom-Bom Car, Uvo gravitasi, Kora-Kora, hingga yang paling tinggi entah apa namanya naik turun digoyang-goyang. Sampai main jet coaster. Hingga kitapun banyak yang pusing dan mual. Saya sendiri sejak main Kora-Kora jadi lemes karena pusing. Dan memutuskan berhenti saja. Akhirnya permainan berakhir jam 07.30 kita kembali ke bus, karena udah capek dan lapar. Kitapun menuju rest area di “Deduwa” sebuah tempat persinggahan bagi wisatawan, lengkap ada restaurant, masjid, dan tempat oleh-oleh. Kita makan malam di sana sambil sholat. Kemudian dari sana kita kembali ke “Brawijaya” pusat oleh-oleh untuk belanja, hingga jam 09.00,
Kemudian kita menuju ke Alun-Alun Kota Batu untuk menikmati suasana malam di sana. Awalnya kawan-kawan enggan karena sudah kecapean, tetapi setelah nyampe alun-alun dan melihat ramainya tempat itu, akhirnya kita turun untuk sekedar jajanan kecil dan berfoto ria. Kota Batu sungguh mampu bersolek sedemikian rupa, hingga menjadi daya tarik, apalagi kota ini adalah daerah puncak yang dingin dengan komoditas apel yang mendunia. Bahkan di alun-alun itu, dibangun gedung-gedung yang menyerupai apel dan strawberry, ada juga bianglala yang cukup tinggi mungkin seratus meteran lebih rendah dari Merlion Park Singapore (tingginya 150 lebih). Sayangnya ketika kita nyampek Bianglala lampunya sudah dimatikan, katanya tidak sampai larut malam. Di sini juga ada pasar makanan disetting seperti China Town, wah asyiiik. Hingga waktu menunjukkan jam 10.30, kitapun cabut berangkat untuk kembali pulang ke Jogja.
Perjalanan pulang kita berbeda dengan jalur semula, kita melalui Kandangan, pinggir Kediri, Pujon dan terus ke arah Sragen, Solo dan Jogja. Akhirnya kita sampai di Jogja jam 07.15 pagi setelah istirahat sholat shubuh di Sragen. Begitulah perjalanan rihlah BKI 15 Goes To Malang kali ini, semoga awal tahun mendatang giliran angkatan 2016 yang akan rihlah. Kita coba stimulus agar bisa lebih jauh lagi misalnya BKI 16 Goes To Lombok. Aamiiin.

By. A. Said Hasan Basri














Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Designed By