

Selanjutnya acara inti “Seminar Nasional BKI Menyongsong
Peradaban Global”.dimulai Keempat narasumber yang telah disiapkan oleh Prodi
BKI UINSA, dipanel dengan duduk berempat di
atas panggung. Para narasumber bergantian menyampaikan materinya, yang
secara umum materi yang disampaikan oleh keempat narasumber tersebut, adalah
dasar dari FGD pada acara selanjutnya.
Narasumber kedua adalah Bapak Dr. Anwar Sutoyo dari UNES (Universitas Negeri Semarang), beliau menyampaikan konsep Bimbingan
dan Konseling Islam yang berlandaskan Al-quran dan Al-Hadits sebagai dasar
dalam menentukan arah keprofesian Bimbingan dan Konseling Islam. Bahwa
sesungguhnya, seluruh arah pembicaraan terkait keilmuan Bimbingan dan Konseling
Islam itu harus mengacu pada Bimbingan dan Konseling Islam yang ada dalam
Al-Quran dan Al-hadits.

Selanjutnya
narasumber terakhir adalah Prof. Dr. Nurhidayah, M.Pd. beliau adalah dosen dari
Universitas Negeri Malang, menyampaikan tentang kurikulum Bimbingan dan
Konseling serta pengembangan kompetensi dosen dan keprofesian yang harus
disusun berdasarkan semangat dan visi dari KKNI. Sehingga kurikulum yang
kembangkan juga tidak lepas dari persetujuan asosiasi yang menaunginya dan hal
ini harus dilakukan agar bisa menyeragamkan di seluruh Indonesia.
Setelah
keempat narasumber tersebut menyampaikan pokok-pokok materinya, yang kurang
lebih 20 menit masing-masing pembicara. Kemudian dilanjutkan Tanya jawab. Ada
sekitar delapan pertanyaan yang dilontarkan peserta, dan semuanya dijawab oleh
narasumber, sehingga acara seminar ini berlangsung sangat meriah, karena
sebenarnya masih banyak pertanyaan yang belum terlontar, tetapi waktu sudah
tidak memungkinkan. Pada jam-15.00 akhirnya seminar ditutup. Kemudian kita para
undangan dari 23 PTKIN Prodi BPI dan BKI serta 5 dari PTKAIS seluruh Indonesia,
menuju ke Hotel GreenSA, untuk istirahat.


Sebelum menuju kamar, saya masih berhenti di teras
beranda hotel untuk santai sejenak. Tiba-tiba pak Zul dari Riau, langsung
bersemangat menyampaikan argumennya. “Bahwa kita itu harus tegas menentukan bahwa nama kita adalah BKI, karena dengan nama ini
diharapkan dapat mempengaruhi kebijakan, sehingga mengamankan posisi BKI tetap
di Dakwah bukan berganti BPI atau BKI malah pindah ke Tarbiyah”. Saya bilang, “looh khan rekomendasi para Dekan di jakarta pasca munculnya PMA 33 sudah jelas. Bahwa BKI dan BPI tetap di Dakwah dengan gelar S.Sos. itu berarti bagi Prodi yang selama ini nyaman dengan BKInya tetap bisa pakai BKI, begitupun dengan
yang BPI. Sedangkan bagi Tarbiyah jika ingin buka BKI maka namanya BKPI
(Bimbingan dan Konselig Pendidikan Islam) begitu khan”. “Iyya, tetapi sampai kini khan belum keluar SK-nya, dikhawatirkan takut munculya SK itu tidak sesuai dengan harapan kita. Begitu P. Zul bersemangat. Nah kalau
sampai BKI tidak di Dakwah, wah bisa bencana pak, karena kita tahu nilai jual
dan kebutuhan masyarakat terhadap BKI sangat tinggi. Maka dari itu besok sampaian harus membuka kembali pembicaraan tetang nama ini. Bagi saya
tidak masalah siapapun yang terpilih jadi ketua dan pengurus. Tetapi
harapannya, harus bisa menjadi Asosiasi BKI saja tanpa P. Walaupun di dalamnya
kita tetap memayungi BPI”, begitulah argumen pak Zul. Dan terus terang
dalam hatiku pada saat itu, masih tetap lebih condong ke Aspro BKPI. Pak Zul
berulang kali memintaku untuk membuka kembali pembahasan nama ini pada sesi FGD
kedua.
Pada
pagi harinya, jam enam pagi menuruni lift
berniat ke ruang makan untuk sarapan. Tetapi ternyata di sana belum ada
apapun. Akhirnya di kaki terus melangkah ke luar hotel menuju warung samping
hotel dan bertemu dengan rekan dari PTAIS Al Azhar Jakarta. Kita sama-sama ke
warung dan memesan kopi. Di situ dia curhat kalau sebenarnya nama asosiasi ini
seharusnya BKI saja. Karena kekawatirannya jika masih menggunakan BPI akan
menghambat dan memperkeruh berbagai persoalan yang selama ini dihadapi.
Kususnya terkait bidang rumpun keilmuan. Setelah berbicara dan ngobrol panjang
lebar, hingga kopi habis, akhirnya kita kembali ke hotel bermaksud makan pagi.
Sampai di beranda saya duduk sebentar, dan di situ ada pak Aep dan Pak Dudi.
Maka kemudian saya ngobrol terkait banyaknya keluhan dari para hadirin kalau
nama asosiasi kita masih BKPI. Dan saya coba sampaikan alasan-alasan logis
seperti yang disampaikan oleh beberapa orang sebelumnya yang datang ke saya.
Kemudian pak aep menjawab secara normatif. Bahwa kita tidak bisa mengabaikan
teman-teman BPI, mereka sudah capek-capek datang ke sini eeh ternyata namanya
tidak terwakili. Saya coba menyampaikan begini. Sebenarnya yang hadir pada saat
ini adalah 3 perwakilan BPI. Pertama, Jakarta, sudah menyatakan bahwa dirinya sudah punya asosiasi profesi
penyuluh dan telah merintis undang-undang untuk profesi penyuluh tersebut, sehingga keberadaannya di asosiasi ini tidak setergantung yang lain atau kurang
terlalu berdampak. Yang kedua dari Semarang, walaupun di sana BPI, tetapi rasa BKInya
sangat kental di kurikulumnya, sehingga bisa diprediksi tidak akan keberatan.
Nah yang paling berat adalah dari Banjarmasin. Karena Kaprodi BPI di sana
selalu hadir di forum-forum sebelumnya, dan masalahnya di sana ingin berganti
menjadi BKI, tetapi tidak bisa, karena di Tarbiah Antasari sudah buka BKI.
Naaah, kalau kita bisa memahamkan mereka, syukur memaklumi perkembangan yang
terjadi, saya rasa tidak masalah. Begitulah diskusi kita berlangsung, di situ
juga ada p. Dudi dan dua orang lainnya. Tetapi intinya P. Aep masih lebih
sepakat Aspro BKPI. Dia menyampaikan penjelasan Dr. Sutoyo yang masih setia
mendampingi kita sampai dua hari ke depan. Beliau bercerita bahwa dulu pada
waktu pembentukan ABKIN pun sama, namanya tidak langsung ABKIN. Sehingga
dinamika pembentukan ini adalah hal yang biasa. Dan ke depan bisa saja
berkembang dan berubah.
Kemudian
pada siangnya jam 14.00 sampai 17.00, dilanjutkan FGD terkait dengan penetapan
asosiasi Profesi. Dalam FGD kedua ini, dibagi dalam tiga kelompok kecil, yakni
kelompok penetapan Asosiasi, kelompok KKNI, dan kelompok pengembangan dosen.
Yang paling alot adalah kelompok FGD Asosiasi. Pada FGD kedua di kelompok
Asosiasi ini, saya diplot untuk memimpin diskusi. Maka, segera saya menuju ke
kertas plano yang telah disediakan, dan membuka diskusi dengan langsung
menyerap beberapa usulan nama. Diperolehlah 5 nama (Asosiasi, Ikatan, dll)
ASBIKI, IBKI, ABKII, Islamic Guidance and Counseling Association). Intinya kita
menggali kembali terkait konsep nama, produk yang dihasilkan, struktur
kepengurusan dan alur kerja dari asosiasi ini. Sementara menghasilkan bahwa.
Nama asosiasi adalah ABKI (Asosiasi Bimbingan Konseling Islam). Kemudian
struktur pengurus diambil dari usulan para peserta yang hadir, dengan
pengklasifikasian, pengurus pusat, wilayah dan harian. Sedangkan produk yang
dihasilkan adalah Kartu Anggota, sertifikat profesi, sekolah pendidikan
profesi, jurnal dan kurikulum untuk semua prodi. Semuanya tersebut dibahas
secara ringkas dan padat hingga menjelang magrib.
FGD
dilanjutkan pada jam 19.00-24.00, dengan kembali mempresentasikan hasil FGD
pada siang harinya. Akhirnya ketiga kelompok tersebut mempresentasikan
satu-satu. Begitupun saya, dengan tidak lupa meminta maaf pada hadirin yang
perwakilan BPI, bahjwa tim kecil, telah menetapkan nama ABKI tanpa pake P, dan
mohon disepakati bersama. Ternyata di luar dugaan para hadirin pada saat itu
sangat setuju sekali dengan nama ABKI yang telah kita sepakati. Hingga sampai
pada penjelasan akhir produk dan langkah-langkah strategis yang harus dilakukan
nantinya, pasca pendeklarasian ini. Akhirnya apa yang didiskusikan pada siang
harinya tersebut, bisa diterima. Dan selanjutnya dilanjutkan dengan pemilihan
ketua dan pengurus. Dengan mengisi blanko usulan nama dari para hadirin untuk
memilih pengurus pusat, harian dan wilayah. Maka kemudian blanko yang terkumpul
tersebut, dikategorikan. Terpilihlah ketua umum presidium Bapak Dr. Aep
Kusnawan dari UIN Sunang Gunung Djati Bandung, dan Sekjen pertama adalah Bapak
Dr. Agus Santoso, M.Pd. serta pengurus-pengurus lainnya (Data lengkap di
halaman lain).

Keesokan
harinya, kita masih bisa bersua di ruang makan dan bersama-sama kembali untuk
berbincang-bincang tentang banyak hal. Setelah makan, ada yang langsung check
out ada yang jalan-jalan ke Suramadu, saya sendiri bertemu dengan kawan lama
dari masa SLTA dulu, yang udah 24 tahun tidak bertemu. Baru jam 10.00 saya check out diantar temanku ke Terminal,
karena tujuan berikutnya adalah kota Reog Ponorogo.
By. A Said Hasan Basri
UINSA 13-15 Oktober 2016
Tidak ada komentar:
Posting Komentar