Terbitnya PMA (Peraturan Menteri Agama) No. 33 Tahun 2016 tentang
Penggelaran Akademik di Lingkungan PTAI ini telah menimbulkan persoalan dan
sempat membuat guncang dunia akademik, khususnya di lingkungan PTAI (Perguruan
Tinggi Agama Islam). Di situ, secara umum yang berubah adalah huruf I. Dimana,
selama ini gelar-gelar kesarjanaan yang digunakan selalu menggunakan huruf “I”
(Islam). Sedangkan secara khusus, ada perubahan krusial, seperti Prodi KPI yang
awalnya S.Kom.I. menjadi S.Sos. dan BKI S.Sos.I. menjadi BKI S.Pd.
PMA no 33 tersebut bagi kita ibarat “dua mata
pisau” yang jika tidak berhati-hati keduanya akan melukai kita. Kenapa
diibaratkan dua mata pisau?. Karena seluruh Prodi dan Jurusan di lingkungan
PTAI (Perguruan Tinggi Agama Islam) dituntut untuk menggunakannya, walaupun
menurut Prodi yang bersangkutan kurang pas. Bahkan ada Prodi yang harus memilih,
seperti Prodi BKI Jogja yang selama ini telah menggunakan gelar S.Sos.I. harus
mengganti dengan gelar baru. Akan tetapi, menimbulkan kesulitan untuk memilih
karena di PMA tersebut juga menyebutkan adanya Prodi BPI (Bimbingan Penyuluhan
Islam). Padahal menurut nomenklatur terbaru pada tahun 2012 lalu, Prodi BPI
menjadi BKI di lingkungan PTAI. Akan tetapi di PMA No. 33 Tahun 2016 tersebut
menyebutkan keduanya. Yakni kalau Prodi BKI maka gelarnya S.Pd., sedangkan
Prodi BPI gelarnya S.Sos.
Hal ini jelas menimbulkan kebingungan, sehingga
muncul berbagai polemik. Pertama, apakah kita dituntut untuk kembali pada BPI
dengan gelar S.Sos. karena kita berada di Fakultas Dakwah dan Komunikasi
(dianggap serumpun keilmuannya). Kedua, apakah BKI dengan S.Pd. diperuntukkan
bagi Fakultas Tarbiyah, karena selama ini Fakultas Tarbiyah belum membuka Prodi
BKI, yang dianggap tepat sesuai rumpun keilmuan pendidikan. Ketiga, apakah jika
kita memilih BKI dengan gelar S.Pd, ke depannya tidak akan menimbulkan
masalah?.
Berbagai polemik tersebut, berkembang menjadi
diskusi dan pembahasan yang lumayan seru baik di kantor maupun di grup-grup
What App. Khususnya di forum Asosiasi BKPI (Bimbingan Konseling dan Penyuluhan
Islam). Lebih khusus lagi bagi para Prodi yang selama ini bernama BKI dengan
gelar S.Sos.I. sedangkan bagi yang selama ini menggunakan nama Prodi BPI dengan
gelar S.Sos.I seperti UIN Jakarta dan Makasar, jelas tidak banyak menimbulkan
gejolak. Berbeda dengan di BKI di Jogja, Bandung, Surakarta, Semarang, Surabaya, Banjarmasin dan lainnya. Jelas
menimbulkan perdebatan yang belum selesai.
Oleh sebab itu, berikut ini akan coba bahas,
berbagai hal tersebut di atas. Berdasarkan analisis internal Prodi yang telah
dilakukan, serta pertimbangan suara di forum Asosiasi BKPI (Asosiasi Bimbingan
Konseling dan Penyuluhan Islam). Maka pandangan Prodi BKI Jogja yang selama ini
telah menggunakan gelar S.Sos.I., lebih baik menggunakan gelar S.Pd., daripada
harus berubah nama kembali menjadi BPI dengan gelar S.Sos. Kenapa demikian,
karena:
Pertama, banyak orang di luaran sana berpendapat
bahwa BKI diidentikkan dengan pendidikan (Bimbingan dan Konseling), karena nama
Prodi BKI ini mirip dengan BK (Bimbingan dan Konseling) yang ada di Kemendikti.
Padahal menurut kita, para pengembang Bidang studi di Fakultas Dakwah, BKI
dilahirkan di Fakultas Dakwah dan Komunikasi sebagai pengembangan dari Prodi
BPI (Bimbingan Penyuluhan Islam) sebelumnya. Berubahnya nama BPI menjadi BKI
ini tidak lain karena perkembangan ilmu pengetahuan, dimana BKI ini diproyeksikan
sebagai bidang studi yang lebih luas dari sekedar “Penyuluhan”, makanya P
menjadi K (Konseling). Istilah Konseling dianggap lebih tepat dibanding P
(Penyuluhan). Karena dengan konseling sifatnya lebih luwes dan fleksibel serta
lebih mampu memberikan intervensi, bukan hanya sekedar menyampaikan sesuatu (semacam
penyuluhan) tanpa solusi. Sehingga perlu digarisbawahi BK dengan BKI berbeda,
BKI dengan BPI juga berbeda.
Kedua, perkembangan terakhir di Sunan Kalijaga,
sejak BPI berubah menjadi Prodi BKI dan membuka konsentrasi Konseling Sekolah
(Pendidikan), maka BKI berkembang pesat dan sangat diminati oleh masyarakat dan
stakeholder. Perbandingannya antara
konsentrasi Konseling Sekolah dengan masyarakat adalah 85 prosen memilih
konsentrasi sekolah, dan 15 prosen memilih konsentrasi masyarakat. Hal
ini terjadi pada setiap angkatan mahasiswa baru. Bahkan peminatnya semakin membludak, untuk tahun ini saja
peminatnya sudah 5 berbanding 1. Sehingga jika kita lihat dari sisi stakholder,
bahwasannya selama ini mereka sudah mengetahui dengan baik dengan pilihan
mereka masuk di Prodi BKI, tujuannya tidak lain ingin menjadi ahli bidang
Bimbingan dan Konseling yang mampu berkiprah di sekolah dan masyarakat luas.
Karena input mahasiswa baru per-angkatan lebih banyak yang memilih konsentrasi
konseling pendidikan daripada konseling masyarakat. Maka, hal ini jelas akan
berbanding lurus dengan output lulusannya, akan sama kondisinya yakni lebih
banyak lulusan Prodi dengan keahlian Konseling di dunia pendidikan.
Ketiga, kurikulum yang telah
dikembangkan di BKI Jogja sudah betul-betul memuat 70 prosen
Bimbingan dan Konseling. Secara teoritis, materi yang dikembangkan pada
masing-masing Mata Kuliah juga syarat dengan nuansa konseling, bukan sekedar
penyuluhan. Baik dalam hal integrasi maupun interkoneksi konten keilmuan yang
dibangun selama ini tidak lepas dari konseling. Begitu juga secara praktis,
Praktik Pengalaman Lapangan (PPL) yang dilakukan di laboratorium dan di
lapangan (Sekolah dan Rehabilitasi serta instansi sosial), selama ini yang
dilakukan adalah belajar memberikan layanan dan program Bimbingan dan Konseling
Islam. Dimana, tugas pokoknya mengembangkan kemampuan konseling.
Keempat, hal yang tidak kalah penting dan
krusial adalah kondisi mental dan intelektual kita, para dosen di lingkungan
Prodi BKI, selama ini telah melakukan proses “revolusi Mental” sejak terjadinya
perubahan nama, sebagai respon terhadap nomenklatur PMA juga bahwa BPI menjadi
BKI. Ghirah kita sebagai pengembang Bimbingan dan Konseling Islam telah
benar-benar bertransformasi dari BPI menjadi BKI. Sehingga Tri Dharma
(Pengajaran, Penelitian dan Pengabdian Masyarakat) kita benar-benar
berorientasi pada bidang Bimbingan dan Konseling (baik yang pendidikan maupun
masyarakat) bukan yang lain.
Kelima, Prodi BKI setelah sekian tahun
berkiprah di bidang Bimbingan dan Konseling Islam, mulai dikenal di kalangan
kompetitornya (Prodi BK di lingkungan Kemendikti), serta famous di lingkungan
Prodi BKI/BPI se PTAIN di Indonesia. Hal ini tidak lepas dari sepak terjang
para mahasiswa BKI yang selama ini telah berjuang membawa nama baik Prodi BKI
melalui even-even di berbagai ajang kegiatan (baik seni, olahraga, maupun
kompetensi ke BK-an) yang diadakan oleh Prodi BKI-BKI lainnya. Baik di tingkat
provinsi, maupun nasional. B erbagai Prodi BKI di Indonesia ini setiap ada even
selalu mengundang Prodi BKI Jogja untuk berpartisipasi. Bahkan ketua umum Forum
Komunikasi Mahasiswa BKPI se Indonesia adalah mahasiswa Prodi BKI. Sedangkan
bagi Prodi BKI dan BPI di lingkungan PTAIN (Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri),
baik di Jawa maupun di Luar Jawa seringkali dijadikan tujuan studi banding guna
mempelajari dan mengembangan Prodinya.
Keenam, peluang kerja yang riil nyata saat ini,
yang paling dekat dan mudah dijangkau karena jelasnya status dan perolehannya
adalah Guru BK atau Guru Pembimbing atau Konselor Sekolah. Karena dilihat dari
kualifikasi kebutuhan guru BK sangat tinggi di semua level pendidikan, baik di
kota maupun daerah. Berikut kutipan analisis Miharja dari UIN Sunan Gunung Jati
Bandung “Analisis gelar BKI/BPI:
S.Pd atau S.Sos antara prosfek dan realitas Secara akademik, istilah BPI lebih
dahulu muncul dari rahim ilmu dakwah. Belakangan antara bersamaan, berdampingan
atau nama lain, muncul istilah BKI yg ada di fak dakwah juga disamping BPI.
Baru dalam detik terakhir ini, rupanya BKI & BPI benar-benar beda. BKI
berorientasi pendidikan, sedangkan BPI berorientasi dakwah. Dg orientasi ini,
memaksa perguruan tinggi membuat dua jurusan atau memilih salah satu. Atas
fakta ini, saya secara subjektif rasanya terpancing utk memberikan pendapat: A.
Utk BKI-S.Pd. (1) publikasi situs PGRI, memaparkan bahwa terdapat kebutuhan
hampir 90 ribu guru BK se-Indonesia, dg rationalitas setiap 150 siswa wajib ada
1 guru BK. (2) kekosongan formasi guru BK ini berdampak tidak sedikit pada
dunia persekolahan, sehingga krisis pribadi, sosial dan karir tambah parah pada
peserta didik. (3) realitas bahwa sekolah dari mulai mts, smp, ma, sma, smk
butuh tambahan guru jelas ada dipelupuk mata. Sekolah2 itu ada disekitar kita,
bertebaran di tiap desa/kelurahan bahkan disamping rumah alumni BKI. (4) BKI
UIN Yogya rasanya, sangat argumentatif melihat tuntutan pasar kerja utk alumni
BKI di dunia sekolah/madrasah, sehingga menuntut penyesuaian gelar S.Pd. (5)
ketika alumni BKI ini bisa memasuki pasar guru BK, terutama formasi ASN atau
sertifikasi, kesejahteraan mereka lebih meyakinkan, karena perundangan guru sdh
lebih mapan. B. Utk BPI-S.Sos tantangan dakwah, juga membutuhkan SDM yg handal.
Wilayah dakwah yg lebih khas pada alumni BPI ini, antara lain: penyuluh agama,
perawat rohani Islam, pembimbing haji, dll. Atas kebutuhan ini, (1) penyuluh
agama masih menjadi rebutan semua prodi keagamaan. Karena begitu banyaknya
honorer, sampai ada moratorium utk jalur perekrutan non honorer. Yg terekrut di
sini biasanya antara umur 35-45 thn. (2) perawat rohani Islam, sangat penting
menolong rohani pasien di RS. Peraturan RS menuntut adanya mereka, namun sbg
karir baru, kita belum melihat peraturan yg menjamin kesejahteraan mereka ini.
(3) pembimbing haji, dg minat & kuota ummat Islam Indonesia yg terus
meningkat memerlukan pembimbing haji yg profesional. Terdapat peran yg nyata
pada sebelum, selama dan sesudah berangkat haji. Lagi-lagi ini masih boleh
diperebutkan semua prodi, karena belum ada perundangan khusus pembimbing haji
ini utk BPI. C. Utk jalan tengah Atas realitas ini, saya memandang terdapat
peluang karir yg luas pada BPI, dan terdapat peluang karir yg lebih dekat pada
BKI mengisi kekosongan formasi guru BK yg religius-islami”.
Sehingga jika kita harus merepon PMA 33, maka
jelas kita lebih memilih BKI dengan gelar S.Pd. daripada memilih BPI dengan
gelar S.Sos. Kita tegaskan tidak akan kembali ke BPI (Bimbingan dan Penyuluhan
Islam) dengan gelar S.Sos. karena hal itu hanya menjadi blunder bagi kita. Masyarakat
luas telah mengenal kita sebagai Prodi yang mencetak calon-calon konselor
Sekolah dan Masyarakat. Akan mengecewakan mahasiswa dan stakeholder jika kita
harus kembali lagi ke BPI.
Begitulah sikap kita terhadap lahirnya PMA 33
ini. Untuk menindaklanjuti repon tersebut, kemudian kita membawanya ke level
pimpinan, agar segera menetapkan gelar terbaru tersebut sesuai hasil analisis
yang telah kita lakukan,yaitu BKI S.Pd. hal ini dilakukan agar supaya para
wisudawan pada periode IV tanggal 01 September lalu sudah bergelar S.Pd.
Hasilnya, tidak semudah yang dibayangkan. Ternyata di level pimpinan
mempersoalkan pilihan kita ini. Alasannya S.Pd., identik dengan pendidikan,
sehingga kurang tepat jika Prodi BKI yang lahir dan besar di Fakultas Dakwah
dan Komunikasi menggunakan gelar S.Pd., nantinya dikhawatirkan akan menimbulkan
persoalan baru. Karena dianggap tidak sesuai rumpun bidang keilmuannya sebagai
Prodi yang berada di Fakultas Dakwah dan Komunikasi tetapi bergelar S.Pd.
Sehingga keputusannya tetap menggunakan gelar S.Sos.I. sambil menunggu
perkembangan selanjutnya.
Padahal menurut kita alasan tersebut kurang
tepat, karena di beberapa Fakultas baik di lingkungan PTAI maupun Dikti,
seperti di Saintek maupun MIPA, ada beberapa Prodi yang bergelar S.Pd. walaupun
bidangnya seharusnya pendidikan. Sehingga kalaupun kita BKI Jogja memilih tetap
BKI dengan gelar S.Pd, juga tidak akan masalah. Apalagi PMA nomor 33 tersebut
sama sekali tidak menyebutkan nama Fakultas. Artinya semuanya berbasis Prodi
bukan Fakultas (yang dianggap sebagai rumpun bidang keilmuan). Di sisi lain,
pada proses Akreditasi Prodi yang dilakukan BAN PT (Badan Akreditasi Nasional
Perguruan Tinggi) juga berbasis prodi, bukan Fakultas. Makanya status
Akreditasi adalah Prodi yang bersangkutan.
Akhirnya keputusan di UIN Sunan Kalijaga,
menetapkan untuk tetap menggunakan nama BKI dengan gelar yang lama, yaitu
S.Sos.I. makanya ketika Wisuda Periode IV tanggal 01 September 2016 kemaren,
gelar kesarjanaan ke 48 lulusan Prodi BKI masih dengan gelar yang sama.
Keputusan ini, memang di luar harapan, tetapi kita masih berharap ada jalan
terang yang bisa benar-benar mampu merepresentasikan apa yang telah kita bangun
dan kembangkan di Prodi BKI selama ini.
Pada perkembangan selanjutnya, tepatnya pada 30
Agustus 2016. Para dekan di seluruh PTAI mendapat surat undangan Irjen
Kementrian Agama untuk datang ke Jakarta guna membahas PMA nomor 33 tahun 2016
tersebut (semacam konsorsium). Para Dekan dimohon kehadirannya pada hari Senin
Tangal 05 September 2016. Maka kemudian seluruh Dekan menghadirinya, termasuk
juga perwakilan dari Aspro BKPI (Asosiasi Profesi Bimbingan Konseling dan
Peyuluhan Islam). Dengan adanya pertemuan ini, diharapkan adanya kejelasan dan
menghapus polemik yang ada. Begitupun dengan kita, berharap mendapatkan jawaban
terbaik sesuai harapan.
Guna menyuarakan aspirasi kita terhadap PMA
tersebut, maka kita siapkan draf yang isinya kurang lebih sama dengan yang
telah dijelaskan di atas. Agar dapat disampaikan oleh Dekan Fakultas Dakwah dan
Konmunikasi UIN Sunan Kalijaga di forum tersebut. Begitu juga dengan forum
Aspro BKPI, juga menyampaikan berbagai pemikiran yang bisa dibawa ke forum
pertemuan tersebut. Kita percayakan berbagai aspirasi tersebut agar dapat
memperjelas orientasi yang kita inginkan.
Akhirnya setelah kita menunggu beberapa jam,
setelah sore kita mendapatkan laporan tahapan dari berlangsungnya forum
tersebut melalui perwakilan kita di Aspro BKPI Bapak Aep Kusnawan dari BKI
Sunang Gunung Jati Bandung. Setelah melalui perdebatan seru dan diskusi panjang
kesepakatan yang dicapai, khusus terkait BPI dan BKI menghasilkan rekomendasi yang
akan diusulkan ke biro hukum secepatnya. Rekomendasi tersebut adalah bahwa “BKI dan BPI semuanya tetap di Fakultas
Dakwah dengan gelar S.Sos. Sedangkan di Fakultas Tarbiyah diusulkan BKPI
(Bimbingan Konseling Pendidikan Islam) dengan gelar S.Pd”.
Hasil rekomendasi
lainnya, lumayan banyak. Tetapi yang menarik perhatian kita hanya khusus BKI.
Karena dengan demikian, maka ke depan akan jelas kondisi perkembangan
Bimbingan Konseling Islam yang
konsentrasi Konseling Pendidikan, yaitu berada di Tarbiyah. Sedangkan yang
Konseling Masyarakat tetap di Fakultas Dakwah dan Komunikasi. Semoga hasil ini
dapat memberikan manfaat yang besar bagi alumni khususnya, bukan berdampak
sebaliknya. Karena, hasil ini tentu akan diikuti oleh serangkaian
langkah-langkah untuk mengatasi persoalan yang muncul, serta mengembangkan
strategi pemanfaatannya. Khususnya oleh Aspro BKPI, yang akan terus mengawal
dan menemukan inovasi demi menjamin terpakainya alumni di dunia kerja dan
kepercayaan Calon Mahasiswa Baru sebagai pengguna Prodi BKI.
By. A.Said Hasan Basri. S.Psi. M.Si.
Kami tunggu perkembangan terbarunya, Pak....
BalasHapuskemudian untuk para alumni BKI fak. Dakwah yang sudah mengajar di Madrasah atau aliyah....bagaimana legalitasnya jika akan menggunakan ijazah nya untuk syarat PLPG (pemberkasan TPG), bisa dipakai atau tidak.
BalasHapusataukah ada solusi bagi kami alumni BKI yang menjadi Konselor Madrasah.