Irnaeni, Mahasiswi fakultas Dakwah dan Komunikasi jurusan Bimbingan dan
Konseling Islam UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta Semesrter 6.
saya terpilih untuk mengikuti Program Indonesian Youth Teacher Exchange Program
(IYTEP 2018) di Thailand Selatan, dari tanggal 13 januari – 2 Februari 2018. Saya terpilih
kedalam 40 dari 600 peserta pendaftar dari seluruh wilayah indonesia.
Tentu
bukan hal yang mudah untuk mengikuti program ini, dari mulai seleksi sampai
pengumpulan berkas-berkas. Selain itu juga terkait dana yang lumayan besar bagi saya. Karena Program
ini bersifat Partially Funded, tapi saya berusaha dan tidak menyerah untuk
meyakinkan orang tua sampai akhirnya mereka menyetujui.
Meskipun orang tua sudah menyetujui, masih ada
keraguan dalam hati saya untuk tetap mengikuti program ini, saya berfikir soal
biaya kegiatan ini. Tapi orang tua saya terus memberikan dukungan dan
meyakinkan saya agar tetap berusaha dan berdoa untuk selalu meminta kepada
Allah agar diberi kemudahan. Seperti yang dikatakan bapak saya, “ yang penting
Niat dan Nekat” in syaa Allah dimudahkan. 
Program ini dibentuk atas kolaborasi
antara Persatuan Indonesia Thailand (PERSAIT) dan Komunitas Language Lovers
Community (L2C). yang mana memiliki tujuan untuk membantu meningkatkan kualitas
pemuda dalam menjalankan tugas sebagai guru, mengembangkan empati dan kemampuan sosial, membangun hubungan baik
antara pemuda indonesia dengan masyarakat Thailand. Dan
mempromosikan metode pendidikan Indonseia ke institusi Pendidikan di Thailand
Selatan. Meskipun saya
dari Jurusan Bimbingan dan konseling Islam, tapi saya berusaha menjadi orang
yang bermanfaat bagi semua.
Pembukaan acara dilaksanakan pada tanggal 16 januari 2018, bertempat di
Yala Rajabhat University. Dari 40 peserta ini dibagi ke beberapa wilayah
yang ada di Thailand Selatan, diantaranya Yala, Pattani dan Narathiwat. Saya
sendiri bersama 2 orang Teman saya Nurshoufi Muthmainah (Universitas Negeri
Padang) dan Fitra Oktavia (UIN Syarif Hidayatullah Jakarta) kami ditempatkan di
Sirithamwittaya School yang berada di Narathiwat. Setelah
pembagian sekolah, kami dijemput dari pihak
sekolah Siritamwittaya School. Sekolah ini
cukup besar karna mempunyai murid sebanyak 1.500 murid dengan 100 ustad dan
ustadzah. Akan tetapi
kebanyakan murid disini adalah golongan kurang mampu dan untuk semuanya
dibiayai oleh kerajaan, mulai dari SPP, kendaraan antar jemput, dan semua
kegiatan sekolah ujar ustadz Lumatha
yang menjemput kami.
Kami tiba di Sirithamwittaya School pada hari Senin, 16 januari 2018 pukul 12.00 waktu Thailand , kami disambut
baik oleh seluruh ustad dan ustadzah yang ada disana. Bahkan ada
beberapa masyarakat juga yang ikut menyambut kami. Awalnya kami kaget dan juga terharu, melihat keramahan dan kebaikan
mereka semua, kami juga bingung harus berbicara menggunakan bahasa apa, karena
orang-orang yang pertama kita temui tidak ada yang bisa berbahasa indonesia
ataupun melayu. karena tidak semua ustad dan ustadzah yang ada disana bisa
berbahasa Melayu. Sampai akhirnya kami bertemu dengan Bapak Mudir (Kepala Sekolah) nya, dan yang
sangat membuat kami bahagia karena beliau menguasai beberapa bahasa
diantaranya,Arab, Inggris dan China. Dan
kami juga diperkenakan ke beberapa ustad yang memang asli kelahiran Saudi
Arabia, Mekkah dan Mesir.
Kami tinggal di asrama yang disedikan khusus untuk kami bertiga. dari pukul
08.00 sampai 16.00 saya mengajar anak-anak disekolah. saya sendiri mengajar
Bahasa Arab, Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris. Dalam sehari saya mengajar 5-6 kelas, untuk
sekolahnya tingkat SMP dan SMA. Dalam mengajar terkadang saya didampingi oleh
pengajar aslinya dan terkadang juga saya masuk kelas tanpa ada ustad atau
ustadzahnya. Karena dua orang teman saya juga masuk kelas yang berbeda. Terkadang bingung harus mengajar apa kalau
didalam satu kelas itu mereka susah berbahasa melayu, karena kadang apa yang
saya ajarkan mereka tidak paham. Berbeda dengan kelas yang mereka sudah
menguasai bahasa melayu. Karena sistem disana adalah memisahkan siswa yang
unggul. Selepas mengajar di sekolah kami diminta untuk mengajar mengaji
khususnya iqra’ untuk anak-anak dengan
tingkatan PAUD, TK, dan SD. Mulai mengajar iqra’ dari pukul 17.00-18.00. ketika
mengajar mengaji tidak ada yang sulit karena metodenya yang sama dengan di
Indonesia.
Anggapan
orang-orang terhadap Negara Thailand
yang menganut Hindu dan Budha ternyata tidak menyeluruh. Di daerah Narathiwat merupakan
daerah mayoritas muslim
yang sangat kental ajarannya dan tidak bersalaman jika bukan mahromnya. bahkan untuk masalah
pakaian mereka sangat diperhatikan. Bahkan untuk keseharian mereka mengenakan gamis dan jilbab yang
besar. Dan saya sendiri
pernah ditegur ketika menggunkan jilbab yang cukup pendek dan yang perlu
diperhatikan yaitu, saat ini Thailand selatan sedang dalam keadaan memanas
karna faktor keberagaman agama dan budaya. itu juga karena ada beberapa
kelompok yang ingin
memisahkan diri dari Thailand. Makanya kalau kita masuk daerah Thailand selatan, dipintu perbatasan
ada askar atau tentara. tapi itu tidak membuat saya takut. justru saya semakin
bersemangat mengajar dan mengabdi dengan sepenuh hati.
Selama kurang lebih dua minggu disana, tiap hari kami mendapat
undangan jamuan makan malam dirumah ustadz atau ustadzah dan juga warga
sekitar. mereka sudah saya anggap layaknya keluarga sendiri. Setiap hari libur yaitu jumat dan sabtu kami diajak
jalan-jalan oleh ustad dan ustadzah juga beberapa murid. Berat sekali ketika saya akan meninggalkan
tempat itu. Bahkan bukan hanya dari pihak sekolah saja yang meminta kami untuk
tinggal disana lebih lama, warga masyarakat kampung Bacho juga meminta kami
untuk tinggal lebih lama. Tapi keadaan lah yang tidak memungkinkan kami untuk
tinggal lebih lama disana. Yang terpenting bagi saya ”dimanapun kita berada
kita bisa bermanfaat bagi orang lain, bisa menjadi manusia yang selalu
bergerak dan menggerakkan, hidup menghidupi dan berjuang dan
memperjuangkan. Karena keikhlasan dalam
berbuat menjadikan kita kuat, tegar dan berdisiplin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar